BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pemikiran
HAM telah berkembang lama, tetapi kesadaran akan HAM baru muncul pada abad
modern. Pemikiran HAM tersebut sudah berkembang sejak abad kuno di Yunani
kemudian menyebar ke berbagai negara di Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika.
Pemikiran HAM di berbagai negara tersebut seiring dengan kesadaran nasional
untuk merdeka atau bebas dari pengaruh kolonialisme dan imperialisme.
Kesadaran
terhadap HAM tidak dapat dilepaskan dari perkembangan pemikiran manusia.
Kesadaran terhadap hak-haknya sebagai manusia dimulai ketika manusia
berhubungan dengan manusia lainnya. Masalah-masalah yang dihadapi mulanya
bersifat sederhana dan belum kompleks sehingga tantangan dan jawabannya juga
belum berkembang. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan
kebudayaan, maka pemikiran manusia berkembang pula dengan kompleks.
B.
Perumusan Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan pemikiran hak asasi manusia pada abad kuno?
2.
Bagaimana
perkembangan pemikiran hak asasi manusia pada abad pertengahan?
3. Bagaimana perkembangan pemikiran hak asasi manusia pada
abad modern?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
perkembangan pemikiran hak asasi manusia pada abad kuno.
2.
Menjelaskan perkembangan
pemikiran hak asasi manusia pada abad pertengahan.
3.
Menjelaskan
perkembangan pemikiran hak asasi manusia pada abad modern.
D.
Manfaat Penulisan
1.
Dapat memberikan
gambaran tentang sejarah pemikiran hak asasi manusia.
2.
Dapat memberikan
masukan informasi bagi yang berkepentingan di bidang hak asasi manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Hak
Asasi Manusia pada Abad Kuno
Pemikiran
tentang HAM pada abad kuno sebenarnya sudah ada, tetapi belum secara eksplisit.
Pada waktu itu, pemikiran rasional diarahkan pada penyelesaian masalah
kehidupan yang dihadapi masyarakat. Salah satu aspek kehidupan yang dirasakan
langsung oleh masyarakat adalah masalah keadilan. Pemikiran manusia tentang
keadilan lahir ketika ia memikirkan jati dirinya. Pemikiran semacam ini pada
awal abad 5 Sebelum Masehi disebut sebagai pemikiran sofistik. Pemikiran
sofistik lahir sebagai reaksi terhadap pemikiran yang bercorak alamiah. Artinya
objek pemikiran manusia adalah alam semesta di luar dirinya. Pemikiran semacam
ini belum banyak memikirkan tentang manusia.
Pemikir
besar pada abad kuno dimulai ketika Socrates (470-399 S.M.) berbicara tentang
hakikat manusia. Menurutnya hakikat manusia itu terletak pada kebaikannya. Ia
mengajarkan tentang kebenaran dan kebaikan kepada generasi muda di Athena
dengan maeuitika (kebidanan). Melalui metode ini Socrates ingin membantu
membidani generasi muda lahir dari pengaruh buruk sehingga jiwanya menemukan
“yang benar” dan “yang baik”. Pemikirannya sangat membahayakan kekuasaan
sehingga ia dihukum mati dengan minum racun. Nilai HAM di dalam pemikiran
Sokrates tampak pada perjuangannya membantu setiap orang khususnya generasi
muda dalam menemukan kebenaran dan kebaikan sampai ia dihukum mati oleh
penguasa. Pemikiran Socrates ini dilanjutkan oleh muridnya bernama Plato
(427-327 SM), meskipun dengan pemikiran sedikit berbeda.
Menurut
Plato, masyarakat polis (masyarakat kota di Athena dulu) terstruktur: (a)
lapisan paling rendah yaitu masyarakat tukang atau pekerja, (b) lapisan kedua
yaitu masyarakat penjaga seperti tentara dan prajurit, (c) lapisan tertinggi
yaitu para pemimpin, mereka ini adalah orang yang tahu tentang realitas
kehidupan seperti para filsuf. Hak dan kewajiban setiap lapisan masyarakat ini
berbeda sesuai dengan fungsinya. Pandangan Plato bercorak idealisme yaitu
hakikat kenyataan itu adalah ide atau roh. Golongan yang mampu melihat
kenyataan yang bersifat idealistik itu adalah kaum filsuf.
Pemikiran
manusia tentang keadilan semakin jelas ketika Aristoteles (384-322 SM) menyebut
manusia sebagai Zoon Politicon, yaitu manusia sebagai makhluk individu dan
sekaligus sebagai makhluk sosial. Hubungan individu dengan orang lain akan
menimbulkan hak dan kewajiban. Problem hak dan kewajiban itu menumbuhkan
pemikiran tentang keadilan. Suatu perbuatan dikatakan adil manakala seseorang
memberikan sesuatu yang seharusnya menjadi hak orang lain. Dengan kata lain
adil itu merupakan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Bagi Aristoteles
keadilan itu dibedakan menjadi tiga macam, yaitu keadilan komutatif,
distributif, dan keadilan legal. Keadilan komutatif diberikan seseorang kepada
orang lain, keadilan distributif adalah keadilan yang diberikan negara kepada
rakyat, dan keadilan legal adalah keadilan yang diberikan hukum kepada
seseorang.
B. Pemikiran Hak Asasi Mausia pada Abad Pertengahan
Pemikiran
HAM abad pertengahan diwarnai dengan teologi. Seluruh kehidupan manusia,
termasuk pemikiran semua diarahkan untuk mendukung teologi. Tidak ada kebebasan
berpikir dalam mempelajari sesuatu di luar teologi. Termasuk di dalamnya ajaran
HAM, seluruhnya juga bercorak teologis. Bahkan, dapat dikatakan tidak ada HAM
kecuali teologi. Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan bagi masyarakat
Barat di Eropa.
Filsafat
teologi diajarkan dan dikembangkan oleh pemuka agama baik di gereja (Patristik)
maupun di sekolah (Skolastik). Pemikiran abad pertengahan mengalami puncaknya
pada Thomas Aquinas (1225-1274). HAM dalam pemikrian Thomas Aquinas harus
dipahami dalam kerangka berpikirnya tentang manusia. Pertama, manusia sebagai
bagian alam yang tidak hanya berinteraksi dengan sesamanya tetapi juga selalu
bergantung dan membutuhkan alam baik tumbuhan, hewan, tanah, air, udara, aneka
mineral dan tambang, dan lain sebagainya. Kedua, manusia bertindak sesuai
dengan inteligensinya karena ia sebagai makhluk berpikir. Ketiga, manusia
mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat sebagai makhluk ciptaan Tuhan
(Ismatullah dan Gatara, 2007).
Menurut
Thomas Aquinas, manusia memiliki hak asasi semata-mata sebagai anugerah Tuhan bukan
hasil pemikirannya. Hak asasi tersebut diabdikan kepada Tuhan sehingga ketika
manusia berinteraksi dengan yang lain semata-mata sebagai pengabdian kepadaNya.
Manusia dan segala sesuatu yang diciptakan adalah mengambil bagian
(berpartisipasi) dalam adanya Tuhan. Rasio memang mampu mengenal Tuhan melalui
hasil ciptaan-ciptaan Tuhan. Manusia memiliki materi (jasmani) dan bentuk
(rohani). Hak asasi tampak ketika manusia melakukan aktivitas-aktivitas yang
melebihi aktivitas jasmani, yaitu berpikir dan berkehendak. Manusia
memiliki kebebasan di bawah kebebasan Tuhan. Artinya, kebebasan itu tidak boleh
melanggar aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Pelanggaran atas aturan
Tuhan itu dikenai sanksi hukuman oleh Tuhan melalui gereja. Kekuasaan gereja
sangat kuat sehingga kebebasan manusia sebatas diperbolehkan gereja pada waktu
itu.
C.
Pemikiran Hak Asasi Manusia pada Abad Modern
Abad modern
dimulai awal pada abad 11. Abad ini ditandai dengan beberapa hal. Pertama,
terjadi perubahan besar pada paradigma berpikir manusia. Penyelesaian masalah
kehidupan dengan pemikiran teologis sebagaimana pada abad tengah tidak
memuaskan manusia. Manusia kemudian beralih pada kekuatan sendiri yaitu akal
atau rasio. Gerakan untuk kembali pada kekuatan berpikir sebagaimana pada
kebudayaan Yunani disebut sebagai Renaissance. Kata Renaissance berarti
kelahiran kembali (Hadiwijono, 1988). Gerakan ini mendambakan kelahiran kembali
manusia yang bebas dengan seluruh kekuatan berpikirnya.
Kedua, abad
modern ditandai dengan munculnya aliran humanisme yang mengajarkan kebebasan
manusia dengan kekuatan berpikirnya. Humanisme adalah gerakan intelektual dan
budaya yang dihubungkan dengan kelahiran kembali pembelajaran klasik di dalam
renaissance (Thomas Mautner, 1995).
Ketiga,
dalam bidang ilmu pengetahuan ditandai dengan penggunaan observasi dan
eksperimentasi untuk penyelidikan ilmiah. Akibatnya muncul banyak temuan ilmiah
dan spesialisasi ilmu pengetahuan. Perubahan pemikiran dari geosentrisme menjadi
heliosentrisme dan akhirnya menjadi antroposentrisme. Artinya semula yang
menjadi pusat semesta alam itu adalah bumi, berubah menjadi matahari yang
menjadi pusat galaksi, dan akhirnya berubah kembali kepada manusia yang menjadi
pusat semesta alam. Sebagai pusat semesta alam, maka segala sesuatu di semesta
ini tidak ada artinya bila tidak dihubungkan dengan kepentingan manusia.
Misalnya Kopernikus menemukan bahwa yang menjadi pusat alam semesta itu adalah
matahari sedangkan bumi berputar pada porosnya bersama bulan mengitari
matahari. Temuan ini hanya dapat dilakukan melalui teleskop dan hasilnya
bertentangan dengan dogma gereja sehingga ia dihukum mati. Pendekatan deduktif
dalam berpikir kemudian ditinggalkan dan berubah menjadi pendekatan induktif.
Berbagai temuan baru melahirkan cabang ilmu baru. Spesialisasi ilmu menjadi
perkembangan lanjut dari temuan baru sehingga filsafat yang semula meninggalkan
agama, pada gilirannya ditinggalkan oleh ilmu-ilmu baru tersebut.
Keempat,
dalam bidang sosial lahirlah paham yang lebih menekankan pada kemampuan
individu sehingga disebut individualisme. Paham ini mengajarkan bahwa pada
hakikatnya manusia itu sebagai individu memiliki hak dan kebebasan dalam segala
bidang. Artinya semua hal diorientasikan kepada individu.
Kelima,
abad modern juga ditandai dengan adanya aufklarung yaitu pencerahan artinya
pemikiran manusia mengalami puncaknya yang cerah ketika seluruh orientasi hidup
itu diarahkan kepada manusia sebagai individu. Semboyannya adalah hendaknya
Anda berani berpikir sendiri. Kemampuan berpikir sendiri itu kemudian dipandang
sebagai kekuatan manusia untuk melihat masa depan, sapere aude. Tokoh
aufklarung adalah Imanuel Kant yang mengajarkan bahwa kekuatan berpikir
rasional menjadi satu-satunya modal untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan.
1.
Inggris
Pemikiran
HAM di Inggris lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran empirisme. Ajaran empirisme
mengikuti jejak Francis Bacon pada abad 17 yang memulai menggunakan pendekatan
induktif melalui pengamatan dan eksperimentasi di dalam memperoleh pengetahuan.
Menurut empirisme, pengetahuan itu hanya dapat dibentuk melalui pengalaman
sebagai sumbernya. Oleh karena itu pemikiran HAM di Inggris dipengaruhi oleh:
(a) adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, (b) menghormati kekuasaan
kerajaan (raja).
Thomas
Hobbes (1588-1679) mengajarkan bahwa semua manusia itu memiliki sifat yang
sama. Dalam keadaan alamiah, tiap manusia ingin mempertahankan kebebasannya dan
kebebasan orang lain. Manusia dipandang sebagai homo homini lupus yaitu naluri manusia itu bagaikan serigala untuk
selalu ingin mempertahankan dirinya sendiri, bersaing, dan saling menerkam
sesamanya. Konflik dan pertikaian akan muncul manakala manusia mengikuti
nalurinya itu. Menurut pengalaman, supaya tidak terjadi pertengkaran dan
peperangan, manusia harus mengikuti akal sehat yaitu melepaskan hak untuk bebas
berbuat sekehendak sendiri dengan bersatu melalui perjanjian sosial (du contract social). Perjanjian itu
bukan dibuat antara penguasa dan warga negara tetapi dibuat sendiri oleh warga
negara tersebut. Mereka bersepakat untuk membuat perjanjian membentuk penguasa
atau pemerintah. Setelah pemerintahan terbentuk maka hak-hak warga negara
menjadi hilang dan warga negara tidak dapat memberontak. Orang banyak yang
dipersatukan dalam perjanjian sosial itu disebut commonwealth. Di dalam commonwealth
yang diutamakan adalah perdamaian dan keamanan seluruh warga negara. Kewajiban
pemerintah adalah mengusahakan perdamaian dan perlindungan warga negara
sehingga merasa aman. Menurut Hobbes, kekuasaan pemerintahan itu ada pada raja
dan gereja. Warga negara tinggal menaati kekuasaan raja dan berbakti pada
Tuhan. Hak asasi manusia dipahami dalam hubungan antara warga negara dan
pemerintah yang diatur dalam hukum perjanjian dan hukum Tuhan (agama).
Tokoh lain
dari empirisme Inggris adalah John Locke (1632-1704). Ajarannya tidak jauh
berbeda dengan Thomas Hobbes. Menurutnya, pengalaman menjadi sumber
pengetahuan. Suatu perbuatan dikatakan etis apabila: (a) menaati perintah
Tuhan, (b) menaati undang-undang supaya dikatakan tidak salah, (c) sesuai
dengan pendapat umum tentang kebajikan. Bagi Locke, negara tidak boleh
mencampuri agama. Negara tidak boleh meniadakan agama. Warga negara bebas
menganut kebebasan beragama. Hak negara hanya menghancurkan teori-teori atau ajaran
yang membahayakan keberadaan negara. Supaya negara tidak sewenang-wenang, maka
kekuasaannya dipisahkan menjadi: (a) legislatif yaitu kekuasaan membuat
undangundang, (b) eksekutif yaitu kekuasaan untuk melaksanakan pemerintahan
negara, (c) federatif yaitu kekuasaan untuk menentukan perang dan damai. Ketiga
kekuasaan tersebut tidak boleh mencampuri satu dengan lainnya. Hak asasi
manusia diatur sesuai dengan ketiga jenis kekuasaan tersebut.
Pemikiran
Locke kemudian dilanjutkan oleh J.J. Rousseau yang memandang manusia itu
sebagai makhluk alamiah. Hukum alam berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam
keadaan alamiah itu manusia memiliki kebebasan, hak hidup, dan hak milik. Hidup
seseorang tergantung pada perlindungan undang-undang sebagai kehendak umum. Undang-undang
mengatur bahwa masyarakat mempunyai kehendak umum melalui suara terbanyak.
Ketentuan suara terbanyak itu diatur di dalam perjanjian masyarakat (contract social). Di dalam perjanjian
itu orang menyerahkan hak-haknya kepada masyarakat. Mereka tunduk pada
pemerintahan yang adil. Kekuasaan untuk menetapkan undang-undang di dalam
negara dibentuk melalui perjanjian antara penguasa dan rakyat. Perjanjian
masyarakat sebagai kehendak umum itu melindungi agar hak-hak individu tidak
dilanggar individu lainnya.
Pemikiran
beberapa tokoh tersebut di atas, memberikan inspirasi untuk memperjuangkan HAM
di Inggris. Menurut Magna Charta (Al Hakim, 2002) kekuasaan Raja (John
Lackland) harus dibatasi. Hak asasi manusia lebih penting daripada kekuasaan
Raja. Tidak seorang pun warga negara Inggris yang merdeka dapat ditahan,
dirampas harta kekayaannya, diperkosa, diasingkan, disiksa, atau dengan cara
apapun diperkosa hak-haknya kecuali dengan pertimbangan hukum. HAM dan hukum
yang membatasi kekuasaan Raja agar tidak melakukan kesewenang-wenangan. Pada
tahun 1629 masyarakat mengajukan Petition
of Right (petisi hak asasi manusia) yang berisi tentang pajak yang dipungut
kerajaan harus mendapat persetujuan parlemen Inggris. Selain itu, tidak seorang
pun dapat ditangkap tanpa tuduhan dan bukti-bukti yang sah. Pada tahun 1679
dibuatlah suatu ketentuan di dalam Habeas
Corpus Act yang menyatakan bahwa penangkapan terhadap seseorang hanya dapat
dilakukan apabila disertai dengan surat-surat yang lengkap dan sah. Ketentuan
ini disusul aturan baru yaitu pada tahun 1689 dibuat Bill of Right yang menyatakan bahwa pemungutan pajak harus mendapat
persetujuan parlemen dan parlemen dapat mengubah keputusan Raja. Berbagai
ketentuan HAM dan hukum tersebut bertujuan untuk membatasi kekuasaan Raja agar
tidak sewenang-wenang dan melindungi warga negara sebagai manusia.
2.
Amerika
Bangsa
Amerika berasal dari kaum imigran berbagai negara Eropa, Asia, Afrika, dan
Australia. Kaum imigran tersebut semula berpikir secara sempit untuk
kepentingannya sendiri. Mereka mempunyai kebiasaan dan pengalaman sendiri yang
dibawa dari negaranya. Sebelum merdeka, masyarakat kolonial Inggris dari
berbagai belahan bumi dibawa ke Amerika untuk bekerja dan mengabdi kepada
pemerintah kerajaan Inggris Raya. Keanekaragaman bangsa Amerika tersebut
sebagai potensi negara harus diterima dan diberdayakan demi kejayaan Amerika.
Ketika Amerika masih di bawah pemerintahan kolonial Inggris, masyarakat
diperlakukan secara tidak adil. Pada tahun 1776 bangsa Amerika menyatakan kemerdekaan
dari pemerintahan kerajaan Inggris melalui Declaration
of Independence. Rakyat Amerika yang bersifat heterogen harus dapat hidup
berdampingan secara damai. Hak-hak asasi masyarakat harus dijamin dan
dilindungi tanpa pengecualian. Untuk itu disusun suatu UUD yang menerima
aspirasi seluruh rakyat. Di dalam deklarasi kemerdekaan tersebut dinyatakan
bahwa manusia dikaruniai Tuhan hak hidup, merdeka, dan mengejar kebahagiaan.
Simbol HAM dan demokrasi itu diujudkan dengan patung liberty.
Ketika
sedang berkecamuk perang dunia ke II, Presiden Franklin Delano Roosevelt di
hadapan konggres Amerika (1941) menyatakan ada empat kemerdekaan yaitu: (a) freedom of speech (kebebasan berbicara
dan berpendapat), (b) freedom of religion
( kebebasan beragama), (c) freedom from
fear (bebas dari rasa takut) dan (d) freedom
from want (bebas dari kemiskinan).
3.
Prancis
Pemikiran
yang berkembang di Prancis lebih banyak bercorak rasionalisme. Artinya rasio
dijadikan sumber dan ukuran untuk menentukan kebenaran. Dengan metode keraguan
metodis, Rene Descates sebagai bapak rasionalisme modern menyatakan bahwa semua
hal dapat diragukan kecuali aku yang sedang berpikir. Katanya, cogito ergo sum artinya aku berpikir
maka aku ada. Keberadaanku ditentukan oleh cara berpikirku. Menurutnya hak
asasi manusia terletak pada kebebasan untuk berpikir dan berkehendak. Kebebasan
adalah ciri khas kesadaran yang berpikir. Kebebasan manusia mengambil bagian
dari kebebasan Tuhan artinya dalam menjalankan kebebasan, manusia tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Perjuangan
rakyat Prancis berhasil dalam meraih hak-hak asasi yang dirampas oleh penguasa
raja dimulai ketika mereka berhasil membatasi kekuasaan melalui revolusi
Prancis. Ditandai dengan hancurnya penjara Bastille sebagai simbol penindasan
hak asasi manusia, rakyat Prancis mengumandangkan liberty, equality, dan legality. Semua orang memiliki hak untuk
merdeka atau bebas, perlakuan yang sama dan adil serta perlindungan hukum.
Rasionalisme
tumbuh subur di Prancis dan dikembangkan lebih lanjut oleh Auguste Comte.
Menurutnya masyarakat itu berkembang melalui tiga tahap: a. tahap teologis
dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh kepercayaan pada kekuatan adi
kodrati, b. tahap metafisis dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh
kekuatan berpikir rasional, dan c. tahap positif dimana kehidupan masyarakat
ditentukan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hak asasi manusia berkembang
dan dipahami sesuai dengan perkembangan rasional positif, sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi. Pada tahap positif, masyarakat modern memahami
hak asasi secara ilmiah. Hak asasi diletakkan dalam perkembangan ipteks.
Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi membuat arus informasi
semakin cepat diterima masyarakat sehingga tumbuh kesadaran akan hak-haknya
sebagai manusia.
Perhatian
HAM di Prancis memperoleh inspirasi dari revolusi kemerdekaan Amerika.
Perjuangan bangsa Prancis dalam mewujudkan HAM secara rasional ditandai dengan
dirobohkannya penjara Bastille. Robohnya penjara tersebut sebagai tonggak
hancurnya kekuasaan yang represif dan melanggar HAM. Revolusi Prancis (1789)
dimulai dengan dideklarasikan Declaration
des droits de`lHomme et du Citoyen (deklarasi tentang hak asasi manusia dan
penduduk). Deklarasi tersebut berisi tentang pernyataan bahwa manusia itu
dilahirkan dalam keadaan bebas dan mempunyai kedudukan yang sama. Kemerdekaan
yang dimaksudkan dalam deklarasi tersebut adalah semua orang boleh bertindak
sesukanya asal tidak merugikan orang lain. Sejak itu, Prancis merayakan
kemerdekaan sebagai negara modern dengan semboyan liberty (kemerdekaan), equality
(persamaan), dan egality
(persaudaraan).
4.
Afrika
Selatan
Perhatian
HAM di berbagai negara Afrika makin menggembirakan. Berbagai gerakan sosial dan
lembaga pendidikan mengimplementasikan HAM di berbagai bidang kehidupan.
Implementasi HAM tersebut dalam bentuk action
plan dan mengintegrasikan HAM ke dalam pendidikan yang dikendalikan oleh
Menteri Pendidikan dan Menteri Sosial. Di negara Cameroon misalnya, di bawah
perbantuan OHCHR, pemerintah sudah mengintegrasikan HAM ke dalam pendidikan. An overall national action plan for human
rights is currently being developed with the assistance of OHCHR. The
Government is favourable for the integration of a national plan for human
rights education and information into the overall national action plan for
human rights (Office of The Prime Ministry, 1999).
Pelaksanaan
HAM di Afrika Selatan sangat cepat sejak politik apparthide dihapus dan
pemerintahan dipegang oleh Nelson Mandela. Presiden kulit hitam pertama yang
pernah dipenjara selama 25 tahun ini menjadi simbol keberhasilan perjuangan HAM
di Afrika Selatan. Politik apparthide yang sangat diskriminatif digantikan
dengan kebebasan, keadilan, kesetaraan menjadi titik tolak kehidupan HAM
semakin baik. Warga kulit putih yang hanya 5 juta tidak lagi mendominasi kehidupan
berbangsa penduduk 60 juta lebih yang berwarna kulit hitam.
5.
Malaysia
Negara
Malaysia memiliki dasar negara yang mirip dengan Indonesia. Kehidupan berbangsa
dan bernegara di Malaysia didasarkan lima prinsip dasar yang disebut dengan
Rukun Negara. Kelima prinsip tersebut diintegrasikan ke dalam seluruh berbagai
bidang kehidupan. Secara rinci rukun negara tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut: “Bahwasanya negara kita, Malaysia mendukung citacita hendak mencapai
perpaduan yang lebih erat di kalangan seluruh masyarakatnya, memelihara cara
hidup yang lebih demokratis, mencipta masyarakat yang lebih adil dimana
kemakmuran negara akan dapat dinikmati bersama secara adil dan saksama,
menjamin satu cara yang lebih liberal terhadap tradisi-tradisi kebudayaannya
yang kaya dan berbagai-bagai corak, membina satu masyarakat yang lebih
progresif akan menggunakan sains dan teknologi modern. Maka kami rakyat
Malaysia berikrar akan penumpukan seluruh tenaga dan usaha kami untuk mencapai
cita-cita tersebut berdasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
Kepercayaan kepada Tuhan Kesetiaan Kepada Raja dan Negara Keluhuran
Perlembagaan Kedaulatan Undang-Undang Kesopanan dan Kesusilaan (Pusat
Pengembangan Kurikulum Kementrian Malaysia (tanpa tahun)”.
Berdasarkan
rukun negara tersebut dapat diketahui bahwa HAM di Malaysia sudah diletakkan ke
dalam dasar negaranya. HAM tersebut adalah hak berdemokrasi, kebebasan,
keadilan, hak kelangsungan hidup kebudayaan tradisional, menghormati
keanekaragaman, hak untuk menggunakan manfaat sains dan teknologi. Berdasarkan
rukun negara tersebut dikembangkan filsafat pendidikan nasional, dalam bentuk
filsafat pendidikan kebangsaan. “Pendidikan Malaysia adalah suatu usaha
berterusan ke arah lebih memperkembangkan potensi individu secara menyeluruh
dan bersepadu untuk melahirkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi
intelek, rohani, emosi dan jasmani, berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan
kepada Tuhan”. Usaha ini adalah bertujuan untuk melahirkan warga negara Malaysia
yang berilmu pengetahuan, berketerampilan, berakhlak mulia, bertanggung jawab,
berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memberikan sumbangan terhadap
keharmonisan dan kemakmuran keluarga, masyarakat dan negara.
Pendidikan
HAM untuk SD di Malaysia dilaksanakan secara terpadu. Keterpaduan tersebut
berupa pendidikan nilai yang berkaitan dengan diri, keluarga, masyarakat dan
negara. Nilai-nilai HAM diberikan dalam pendidikan di keluarga berupa kasih
sayang, hormat antaranggota keluarga dan tanggung jawab keluarga. Pendidikan
nilai HAM dalam hubungannya dengan masyarakat berupa: tanggung jawab dan
toleransi terhadap masyarakat, semangat bermasyarakat, serta peka terhadap
isu-isu sosial. Di samping itu dikembangkan pula nilai kepekaan terhadap alam
sekitar. Nilai tersebut adalah kebersihan dan keindahan sekitar, menyayangi
alam sekitar, serta peka terhadap isu alam sekitar. Nilai kenegaraan yang
dikembangkan pada diri anak adalah hormat dan setia kepada pemimpin raja dan
negara, patuh kepada peraturan dan undang-undang, cinta akan negara, keamanan
dan keharmonisan.
Kemajuan
ekonomi yang sangat pesat, menarik minat warga negara asing untuk datang
bekerja ke Malaysia. Para tenaga kerja tersebut banyak yang datang dari
Philipina, Bangladesh, Indonesia, dan negara Asia Tenggara lainnya. Malaysia
memperoleh tenaga kerja murah untuk menggerakkan industri dan sektor lainnya
sehingga tenaga kerja asing (expatriat)
dari tahun ke tahun makin banyak datang ke negara tersebut. Dampak negatif dari
tenaga kerja asing tersebut juga meningkatkan angka kriminalitas di negara
tersebut. Hal ini terjadi karena budaya yang dibawa oleh para tenaga kerja
asing dari negaranya berbeda-beda. Interaksi budaya yang berbeda tidak sedikit
menimbulkan pertentangan dan bahkan konflik kekerasan. Untuk menekan
kriminalitas tersebut, Malaysia tahun 2007 merencanakan undang-undang tenaga
kerja yang banyak ditentang oleh negara asal tenaga kerja asing. RUU tersebut
dianggap melanggar HAM karena memberikan legalitas pada pemerintah untuk
melakukan pembatasan terhadap tenaga kerja asing. Pembatasan tersebut antara
lain adalah seluruh buruh migran akan ditampung dalam satu kawasan industri
yang diawasi selama 24 jam oleh polisi setempat. Mobilitas buruh juga sangat
dibatasi dan dilarang memasuki perkotaan (Jawa Pos, 2007: 27 Maret: hal 3).
Dari kasus tenaga kerja tersebut dapat diketahui bahwa problem HAM itu akan
berhubungan dengan pergaulan antarbangsa. Pendidikan HAM yang memberikan bekal
pada warga negara akan bertemu dengan HAM yang dianut oleh negara lain.
Pergaulan internasional yang terbuka dalam pelanggaran HAM akan melahirkan
kebijakan negara untuk melakukan proteksi pada warga negaranya sendiri demi
kepentingan nasional.
BAB III
KESIMPULAN
Pemikiran
HAM sudah dimulai sejak zaman kuno ketika Socrates, Plato, dan Aristoteles
meletakkan dasar-dasar rasional HAM. Socrates memperjuangkan kebenaran dengan
risiko menerima hukuman mati minum racun. Plato membedakan hak dan kewajiban
sesuai dengan struktur masyarakat: pekerja, tentara, dan filsuf. Aristoteles
mengajarkan HAM dengan memberikan aspek keadilan: distributif, komutatif, dan
legal.
Perkembangan
pemikiran HAM pada abad pertengahan dipengaruhi oleh dogma agama sehingga
bercorak teologis. HAM dipahami sebagai upaya untuk mengabdi pada Tuhan melalui
dogma gereja. Otoritas gereja, kekuasaan, dan masyarakat sangat kuat dalam
pemikiran HAM pada abad pertengahan.
Pemikiran
abad modern tentang HAM lebih bercorak rasional empiris. HAM Pemikiran HAM abad
modern berkembang di Eropa dan Amerika. Perkembangan HAM di Prancis ditandai
dengan runtuhnya penjara Bastille dan kekuasaan Tsar (raja) dan lahir HAM
berupa kebebasan, persamaan, dan keadilan. Pemikiran HAM di Inggris bercorak
empiris naturalistik sebagaimana pada ajaran pemisahan kekuasaan pada John
Locke dan David Hume. Di Amerika Serikat prinsip yang digunakan dalam
mengembangkan HAM adalah liberty, equality dan egality. Simbol HAM dan
demokrasi itu diujudkan dengan patung liberty. Di Afrika Selatan, lahirnya HAM
dimulai dengan dihapuskan politik apartheid sebagai simbol monopoli kekuasaan
kulit putih yang bersifat diskriminatif atas mayoritas penduduk kulit hitam. Di
Malaysia ajaran HAM terdapat di dalam Rukun Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar